Semboyan Tut Wuri Handayani sering dikemukakan di dunia pendidikan. Hal ini tidak lepas dari pidato Ki Hajar Dewantara yang dijuluki sebagai Bapak Pendidikan Nasional, memuat berbagai nilai pendidikan dan pengajaran yang ada di Indonesia.
Penggalan istilah Tut Wuri Handayani menjadi semboyan dalam pendidikan di Indonesia. Semboyan secara lengkapnya adalah Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
Walaupun semboyan tersebut sering disebutkan, ternyata tidak semua orang paham tentang makna dari semboyan tersebut. Itulah mengapa, kamu bisa mempelajari lebih lanjut tentang makna dari semboyan dengan penjelasan berikut.
Arti Semboyan Tut Wuri Handayani Bagi Guru
Makna semboyan Tut Wuri Handayani adalah sebagai seorang pendidik, guru wajib memberikan teladan, arahan, dan dorongan. Kedua penggalan lain yaitu Ing Madya Mangun Karsa mengartikan di tengah-tengah siswa, guru semangat membimbing, memberikan semangat, memotivasi, dan menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif.
Sedangkan penggalan pada kaliimat pertama Ing Ngarsa Sung Tuladha artinya berada di depan, guru harus bisa memberikan contoh tindakan bermoral dan tindakan yang baik.
Banyak orang hanya membaca lalu melupakan berbagai semboyan pendidikan. Istilah Tut Wuri Handayani menyiratkan bagaimana guru harus punya punya prinsip kepemimpinan. Dimana guru atau pendidik adalah cerminan peserta didik.
Dalam dunia pendidikan, hal berikutnya yang harus kamu cukupi agar proses belajar seseorang dikatakan cukup adalah kebutuhan batin dan meteril. Kebutuhan batin dapat berupa semangat dan juga sifat mendukung, sedangkan kebutuhan materil adalah lingkungan belajar kondusif. Semua hal tersebut tidak akan bisa dicapai jika guru saja yang melakukan tapi pihak lain tidak membantu mendukung pendidikan, seperti orang tua.
Terbentuknya Tut Wuri Handayani Dalam Pendidikan
Soewardi adalah Bapak yang pertama kali mencetuskan pendidikan di Indonesia, tepatnya pada tahun 1919. Soewardi kembali ke Indonesia dan bergabung pada Sekolah yang juga binaan saudaranya sendiri.
Pengalaman belajar di luar negeri digunakan untuk mengembangkan berbagai konsep Pendidikan sekolah, Soewardi mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa pada tahun 1922.
Soewardi berusia 40 tahun berdasarkan perhitungan Kalender Jawa, Beliau menggantikan namanya hingga menjadi Ki Hajar Dewantara. Pergantian nama tersebut dilakukan karena tidak mau mendapatkan gelar kebangsawanan di depan muridnya dan bisa bebas dekat dengan rakyat yang menjadi muridnya.
Ki Hajar Dewantara menggunakan sistem pendidikan dengan semboyan Tut Wuri Handayani sebagai salah satunya. Arti dari kata semboyan tersebut adalah dari belakang memberikan dorongan.
Saat terbentuknya Kabinet Republik Indonesia yang pertama, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai seorang Menteri Pendidikan Indonesia, pada tahun 1957 mendapatkan gelar kehormatan sebagai seorang Doktor dari sebuah universitas ternama di Indonesia, Universitas Gadjah Mada.
Akhirnya, Ki Hajar juga dinobatkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia karena kontribusinya yang sangat tinggi dalam bidang pendidikan. Hari Kelahiran Ki Hajar juga menjadi Hari Pendidikan Nasional tepatnya pada tanggal 28 November.
Penerapan Tut Wuri Handayani dalam Dunia Pendidikan
Ada banyak tindakan yang mencerminkan semboyan Tut Wuri Handayani. Pelaksanaan semboyan tersebut dalam dunia pendidikan adalah proses bagaimana seorang guru mengamati, mengikuti, maupun mengarahkan anak dari belakang ketika mengimplementasikan apa yang sudah dipelajarinya.
Semboyan tersebut sangat kental dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Akan tetapi, semangat mengajar tersebut tidaklah adil kalau hanya dibebankan kepada seorang guru saja. Apalagi ada pepatah jika semua orang tua adalah guru. Sehingga, semboyan tersebut juga berlaku bagi para orang tua, semboyan yang seharusnya diterapkan di lingkungan rumah dan lingkungan sekolah.